Jumat, 18 Juli 2008

JURNALISME KONVENSIONAL VERSUS JURNALISME ONLINE


Pada dasarnya jurnalisme konvensional dan jurnalisme online tidak berbeda jauh, yang membedakan hanya medium penyebarluasannya saja. Dari segi sifat, keduanya sama-sama dituntut untuk menyajikan berita paling up to date secepat mungkin. Setiap ada informasi atau peristiwa terbaru, mereka langsung melaporkannya. Akan tetapi dalam jurnalisme online tidak terlalu terpaku pada kaidah bahasa yang digunakan jurnalistik secara umum. Alur kerja dalam jurnalisme online juga tidak jauh berbeda dengan jurnalisme konvensional, dimana keduanya juga harus mendapatkan berita secara cepat dan segera disebarluaskan agar berita tersebut tidak terkesan basi.
Dalam jurnalisme online, setiap berita langsung bisa dibaca oleh semua orang diseluruh dunia yang mempunyai akses internet. Lain dengan jurnalisme konvensional yang penyebarluasannya terjangkau. Sebagai jurnalisme media konvensional, suratkabar, radio maupun televisi tetap mengikat peminatnya karena mengingat tingkat kepuasan seseorang dalam memperoleh informasi itu berbeda-beda tergantung dari keinginan individu itu sendiri. Akan tetapi ada keunggulan tertentu pada salah satu media jurnalisme konvensional dimana radio diakui eksistensinya dengan dipercaya sebagai “kekuasaan kelima” dalam siklus demokrasi di Indonesia. Radio siaran dianggap sebagai “kekuasaan kelima” atau the fifth estate, seelah pers mendapatkan julukan sebagai “kekuasaan keempat” demokrasi. Sedangkan ketiga lainnya adalah yang menjalankan fungsi pemerintah yang terdiri dari lembaga-lembaga yang tergabung dalam fungsi eksekutif, legislative, dan yudikatif dimana masing-masing berperan sebagai kekuasaan pertama, kedua dan ketiga dalam pilar demokrasi Indonesia. Adapun penjelasan mengenai jurnalisme online dan jurnalisme konvensional akan dibahas sbb:
Jurnalisme Online
Online journalism atau lebih dikenal jurnalisme online lahir pada tanggal 19 Januari 1998, ketika Mark Drugde membeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut “monicagate”. Ketika itu, Drugde berbekal sebuah laptop dan modem, menyiarkan berita tentang “monicagate” melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui berita tersebut.
Itulah awal mula merebaknya jurnalisme online. Kenyataan yang dipaparkan di atas menyatakan bahwa jurnalisme online itu seolah-olah bukanlah jurnalisme. Hal ini disebabkan karena orang yang tidak mempunyai keterampilan jurnalistik pun bisa bercerita melalui jurnalisme online tersebut.
Ada empat jenis jurnalisme online:
1.Mainstream News sites
Bentuk media berita online yang paling tersebar luas adalah situs mainstream news. Situs ini menawarkan pilihan editorial content, baik yang disediakan oleh media induk yang terhubung (linked) dengannya atau memang sengaja diproduksi untuk versi Web. Tingkat komunikasi partisipatorisnya adalah cenderung tertutup atau minimal. Contoh: situs CNN, BBC, MSNBC, serta berbagai suratkabar online. Situs berita semacam ini pada dasarnya tak punya perbedaan mendasar dengan jurnalisme yang diterapkan di media cetak atau siaran, dalam hal penyampaian berita, nilai-nilai berita, dan hubungan dengan audiences. Di Indonesia, yang sepadan dengan ini adalah detik.com, Astaga.com, atau Kompas Cyber Media.
2. Index & category sites
Jenis jurnalisme ini sering dikaitkan dengan mesin pencari (search engines) tertentu (seperti Altavista atau Yahoo), perusahaan riset pemasaran (seperti Moreover) atau agensi (Newsindex), dan kadang-kadang bahkan individu yang melakukan usaha (Paperboy). Di sini, jurnalis online menawarkan links yang mendalam ke situs-situs berita yang ada di manapun di World Wide Web. Links tersebut kadang-kadang dikategorisasi dan bahkan diberi catatan oleh tim editorial. Situs-situs semacam ini umumnya tidak menawarkan banyak editorial content yang diproduksi sendiri, namun terkadang menawarkan ruang untuk chatting atau bertukar berita, tips dan links untuk publik umum.
3. Meta & comment sites
Ini adalah situs tentang media berita dan isu-isu media secara umum. Kadang-kadang dimaksudkan sebagai pengawas media (misalnya: Mediachannel, Freedomforum, Poynter’s Medianews). Kadang-kadang juga dimaksudkan sebagai situs kategori dan indeks yang diperluas (seperti: European Journalism Center Medianews, Europemedia). Editorial content-nya sering diproduksi oleh berbagai jurnalis dan pada dasarnya mendiskusikan content lain, yang ditemukan di manapun di Internet. Content semacam itu didiskusikan dalam kerangka proses produksi media. ”Jurnalisme tentang jurnalisme” atau meta-journalism semacam ini cukup menjamur.
4. Share & discussion sites
Ini merupakan situs-situs yang mengeksploitasi tuntutan publik bagi konektivitas, dengan menyediakan sebuah platform untuk mendiskusikan content yang ada di manapun di Internet. Dan kesuksesan Internet pada dasarnya memang disebabkan karena publik ingin berkoneksi atau berhubungan dengan orang lain, dalam tingkatan global yang tanpa batas.Situs semacam ini bisa dibilang memanfaatkan potensi Internet, sebagai sarana untuk bertukar ide, cerita, dan sebagainya. Kadang-kadang dipilih suatu tema spesifik, seperti: aktivitas anti-globalisasi berskala dunia (situs Independent Media Centers, atau umumnya dikenal sebagai Indymedia), atau berita-berita tentang komputer (situs Slashdot).
Jurnalisme Konvensional
Terlepas dari segala bentuk definisi dari arti katanya, jurnalisme juga dapat diartikan sebagai jurnalisme konvensional. Proses dari mengolah suatu data fakta dengan prinsip piramida terbalik serta dengan memenuhi segala kaidah-kaidah jurnalisme ataupun mengandung unsure 5W+1H (what,where,when,who,why,how). Dan menyampaikannya segera kepada khalayak merupakan inti dari jurnalisme konvensional. Jurnalisme konvensional disampaikan melalui media seperti radio, televisi, majalah, ataupun surat kabar. Jurnalisme konvensional dapat dinikmati oleh siapa saja dengan melalui media-media tersebut. Dalam jurnalisme konvensional kebenaran beritanya dan juga keakuratannya dijamin dibandingkan dengan jurnalisme online. Dalam jurnalisme konvensional mementingkan penggunaan kaidah-kaidah jurnalisme berikut dengan etika-etika jurnalisme
Perbedaan Jurnalisme Konvensional dengan Jurnalisme On-line
Jurnalisme Konvensional
1.Panjang naskah dibatasi
2.Naskah biasanya harus di-ACC oleh redaksi sebelum dimuat
3.Terbitnya berkala
4.Walau sudah selesai dicetak, media belum bisa langsung dibaca oleh khalayak
5.Berita dan informasi disampaikan melalui batasan formal dan terdapat etika jurnalisme yang harus dipatuhi
6.Media yang dipakai adalah media cetak dan media elektronik, contohnya : surat kabar, radio dan televise
7.Memperhatikan mengenai tata bahasa
8.Perlu keterampilan khusus dari jurnalis untuk mengelola informasi dan berita
Jurnalisme On-line
1.Tidak ada pembatasan panjang naskah, karena halaman web bisa menampung naskah sepanjang apapun
2.Beberapa media membebaskan jurnalisnya mengolah sendiri tulisannya
3.Terbitnya kapan saja, tidak ada jadwal khusus kecuali untuk rubric tertentu
4.Begitu di-upload, setiap berita dapat langsung dibaca siapa saja yang mengakses tertentu
5.Batasannya hanya pada etika jurnalisme
6.Media yang dipakai adalah internet
7.Tidak terlalu memperhatikan tata bahasa
8.Tidak memerluakn keterampilan khusus dari pencari berita

Tidak ada komentar: